STIKes Karya Husada Kenalkan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa

STIKes Karya Husada Kenalkan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa 
 
FOTO BERSAMA: Para Kader Kesehatam Jiwa Kelurahan Cepoko Binaan Puskesmas Gunung Pati berfoto bersama dengan mahasiswa profesi ners Stikes Karya Husada Semarang, setelah saraserahan dan pengabdian masyarakat di Aula Kelurahan Cepoko Gunung Pati.
 
Siapa yang membutuhkan kesehatan jiwa? Tentu pertanyaan itu cukup menggelitik di pikiran. Kadang orang berfikir yang membutuhkan kesehatan jiwa hanya pasien sakit dan ada di rumah sakit jiwa. Tentu jawabannya tidak. Kesehatan jiwa diperlukan oleh semua orang, baik yang sehat jiwa, sudah berisiko, maupun yang sudah mengalami sakit mental atau dikenal dengan gangguan jiwa. 

Hal itu diungkapkan Ns Sri Puji Lestari MKep SpKep, Ketua TIM Departemen Jiwa STIKes Karya Husada Semarang di hadapan 40 kader Kelurahan Cepoko Binaan Puskesmas Gunung Pati dan mahasiswa profesi ners angkatan 15 pada stase Jiwa Komunitas, pada acara saraserahan dan pengabdian masyarakat di Aula Kelurahan Cepoko Gunung Pati Semarang, Kamis (3/5).

Menurut dia, masyarakat wajib mengenali dan mampu mendeteksi gejala dari masalah psikososial yang ada disekitar. Banyak kasus ditayangkan stasiun televisi mengindikasikan bahwa masyarakat belum paham betul apa itu masalah psikososial. Sehingga dari itu, ketika ada tetangga atau warga yang tiba-tiba mengamuk, mengancam bunuh diri dan bahkan melakukan pembunuhan. Dari kejadian itu, warga sekitar baru menyadari bahwa orang tersebut mengalami gangguan jiwa.
 
“Maka, ketika warga mampu mengenal gejala masalah kesehatan jiwa, diharapkan masyarakat mampu mandiri untuk mengelola kesehatan jiwa dengan penemuan kasus sedini mungkin, deteksi keluarga, dan upaya untuk melakukan rujukan ke pusat pelayanan kesehatan,” terang Sri Puji.
 
Dan ironisnya, di wilayah kerja Puskesmas Gunung Pati dari 11 kelurahan sudah ditemukan yang mengalami gangguan jiwa sebanyak 16 orang. Hal itu menjadi keprihatinan bersama baik dari pihak Puskesmas maupun dari STIKes, dan masyarakat pada umumnya.
 
Dan saat dialog, para kader mengeluhkna, tidak bisa membawa warga yang mengalami gangguan jiwa untuk datang ke pusat pelayanan kesehatan baik Puskesmas ataupun rumah sakit jiwa. Anggapan masyarakat, gangguan jiwa tidak bisa disembuhkan, dan stigma atau labeling yang diterima keluarga ketika membawa anggota keluarganya ke rumah sakit jiwa, menjadi penyebab keluarga tidak membawa anaknya untuk berobat.
 
Maka dari itu, Sri Puji menegaskan, akan perlu peran aktif dari kader kesehatan jiwa sendiri, pelibatan tokoh masyarakat setempat dan perawat CMHN dari Puskesmas yang menjadi penanggung jawab program kesehatan jiwa di masyarakat binaannya. (ae-smg)
 

Komentar